Sabtu, 25 Oktober 2014

Batik Cirebon - Melihat Geliat Batik di Beberapa Daerah di DIY

Batik Cirebon - Rasanya tak sulit menemukan showroom maupun perajin batik di Kelurahan Wijirejo, Pandak. Di sepanjang Jalan Wijirejo, banyak ditemukan galeri batik. Di sisi kanan dan kiri jalan raya yang menjadi pembatas Pedusunan Pijenan dan Pedusunan Ngeblak ini, berdiri puluhan showroom batik.
Showroom-showroom ini hampir setiap hari buka menjajakan ratusan produk batik. Tapi, jangan kaget ketika mendapati produk kain batik di showroom tersebut identik dengan motif-motif tertentu yang lagi in. “Namanya batik kontemporer,” ujar Topo Harto Prayitno, seorang perajin batik senior di Kelurahan Wijirejo saat ditemui Radar Jogja.
Batik Cirebon - Ya, para perajin batik di kelurahan ini memang cukup terbuka dengan perkembangan mode. Hampir seluruh perajin selalu me-mantau perkembangan tren mode, baik lokal maupun internasional. Saat musim bola misalnya, para perajin memproduksi batik dengan motif klub sepakbola.
Kemudian, saat musim kam-panye lalu, para perajin juga menciptakan motif batik khas partai politik. Tak jarang mereka juga mema-dukan motif kontemporer dengan goresan-goresan khas batik Jawa. “Juga mengombinasikan motif batik pesisir (Rembang, Tuban, dan Madura) dengan motif asli Jogja,” urainya. Berbagai kreasi dan inovasi motif batik itu hanya untuk satu tujuan, memenuhi kebutuhan pasar.
Meski begitu, pria yang akrab disapa Topo HP ini menegaskan, para perajin tetap memproduksi batik asli Jogja. Di antaranya Parangrusak, Cakarayam, Blarak-sempal, Teruntum, Gerompol, Sidomukti, Sidoasih, dan Alas-alasan.“Motif asli yang turun-temurun dari nenek moyang kami, ya batik Jogja atau batik Jawa,” paparnya.
Batik Cirebon - Ada pembeda yang mencolok antara batik kontemporer dan batik Jawa, yakni nilai filosofi goresan. Di balik setiap goresan batik kontemporer tak ada nilai filosofinya. Goresan-goresan pada batik kontemporer hanya berdasarkan tren dan kepan-tasan. Adapun batik Jawa penuh dengan muatan filosofi. “ Contoh motif Parangrusak. Motif ini dibuat setelah HB VIII bertapa di Parangkusumo,” ungkap-nya.Bapak tiga anak ini bercerita, dulu hanya ada dua showroom batik di sepanjang Jalan Wijirejo. Kehidupan para perajin pun ibarat hidup segan mati pun enggan.
Kondisi ini kemudian berubah drastis setelah Ma laysia mengklaim batik sebagai salah satu tradisi mereka.Respons positif pemerintah Indonesia atas klaim sepihak Negeri Jiran tersebut berdampak pada tingginya perhatian terhadap para perajin batik.Berbagai pelatihan hingga kemudahan diberikan kepada para perajin.
Alhasil, jumlah perajin dan pemilik showroom batik di Kelurahan Wijirejo pun meningkat drastis. Ada 20 perajin batik di Kelurahan Wijirejo saat ini.“Terus terang kami sangat ber-terimakasih kepada Malaysia, karena mereka kami seperti ini sekarang,” bebernya.
Maklumlah, menggeliatnya usaha kerajinan batik berdampak pada meningkatnya taraf per-ekonomian para perajin. “Ya, pokoknya setiap perajin sekarang pasti punya mobillah,” tuturnya bangga. (batik Cirebon)

0 comments:

Posting Komentar