Batik Cirebon
- Batik keraton merupakan batik eksklusif yang hanya berada di
lingkungan keraton saja. Dahulu, orang-orang di luar lingkungan keraton
tidak bisa sembarangan mengenakan batk ini.
Kata
batik berasal dari bahasa Jawa yaitu “Amba” dan “Titik”. Amba artinya
menulis. Sejak dahulu pewarnaan batik di hasilkan oleh bahan malam yang
di tulis di atas kain. Dari zaman kerajaan Mataram Hindu sampai masuknya
agama demi agama ke pulau jawa, sejak datangnya para pedagang India,
Cina, Arab, yang kemudian disusul oleh para pedagang dari Eropa, sejak
berdirinya kerajaan Mataram Islam yang dalam perjalanannya memunculkan
Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta, batik telah hadir dengan corak
dan warna yang dapat menggambarkan zaman dan lingkungan yang
melahirkan.
Batik
Cirebon - Batik sudah di kenal sejak abad 17, saat itu di tulis dan
dilukis pada daun lontar. Saat itu motif batik masih di domonasi dengan
bentuk binatang dan tanaman. Setelah itu batik mulai berkembang, beralih
ke motif abstrak menyerupai awan atau megamendung, relief candi, wayang
beber dan sebagainya.
Bahan
yang di pergunakan saat itu, yaitu kain putih merupakan hasil tenunan
sendiri. Sedangkan pewarna untuk batik di ambil dari alam menggunakan
pewarna alami, salah satunya dari pohon mengkudu. Juga garamnya dibuat
dari tanah lumpur.
Batik Cirebon
- Kerajinan batik ini, di Indonesia telah dikenal sejak zaman Kerajaan
Majapahit dan terus berkembang hingga kerajaan berikutnya. Adapun mulai
meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan
khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke 18 atau awal abad ke 19.
Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke
20. Sedangkan batik cap baru dikenal setelah usai perang dunia kesatu
atau sekitar tahun 1920.
Batik
Cirebon - Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk
pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia
zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam keraton saja
sehingga disebut batik keraton dan hasilnya untuk pakaian raja
dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak pengikut raja
yang tinggal di luar keraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka
keluar keraton dan dikerjakan di tempatnya masing-masing.
#Sejarah Motif Batik Keraton
Keberadaan
batik Yogyakarta tentu saja tidak terlepas dari sejarah berdirinya
kerajaan Mataram Islam oleh Panembahan Senopati. Setelah memindahkan
pusat kerajaan dari Demak ke Mataram, dia sering bertapa di sepanjang
pesisir Pulau Jawa, antara lain Parangkusuma menuju Dlepih Parang
Gupito, menelusuri tebing Pegunungan Seribu yang tampak seperti “pereng”
atau tebing berbaris.
Batik Cirebon
- Sebagai raja Jawa yang tentu saja menguasai seni, maka keadaan tempat
tersebut mengilhaminya menciptakan pola batik lereng atau parang, yang
merupakan ciri ageman (pakaian) Mataram yang berbeda dengan pola batik
sebelumnya. Karena penciptanya adalah raja pendiri kerajaan Mataram,
maka oleh keturunannya, pola-pola parang tersebut hanya boleh dikenakan
oleh raja dan keturunannya di lingkungan istana. Motif larangan tersebut
dicanangkan oleh Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1785. Pola batik
yang termasuk larangan antara lain : Parang Rusak Barong, Parang Rusak
Gendreh, Parang Klithik, Semen Gedhe Sawat Gurdha, Semen Gedhe Sawat
lar, Udan liris, Rujak Senthe, serta motif parang-parangan yang
ukurannya sama dengan parang rusak.
Batik
Cirebon - Semenjak perjanjian Giyanti tahun 1755 yang melahirkan
Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, segala macam tata
adibusana termasuk di dalamnya adalah batik, diserahkan sepenuhnya oleh
Keraton Surakarta kepada Keraton Yogyakarta. Hal inilah yang kemudian
menjadikan keraton Yogyakarta menjadi kiblat perkembangan budaya,
termasuk pula khazanah batik. Kalaupun batik keraton Surakarta mengalami
beragam inovasi, namun sebenarnya motif pakemnya tetap bersumber pada
motif batik Keraton Yogyakarta.
Batik
tradisional di lingkungan Kasultanan Yogyakarta mempunyai ciri khas
dalam tampilan warna dasar putih yang mencolok bersih. Pola geometri
keraton Kasultanan Yogyakarta sangat khas, besar-besar dan sebagian
diantaranya diperkaya dengan parang dan nitik. Sementara itu, batik di
Puro Pakualaman merupakan perpaduan atara pola batik Keraton Kasultanan
Yogyakarta dan warna batik Keraton Surakarta. Perpaduan ini dimulai
sejak adanya hubungan keluarga yang erat antara Puro Pakualaman dengan
Keraton Surakarta ketika Sri Paku Alam VII mempersunting putri Sri
Susuhunan Pakubuwono X. Putri Keraton Surakarta inilah yang memberi
warna dan nuansa Surakarta pada batik Pakualaman, hingga akhirnya
terjadi perpaduan keduanya. Dua pola batik yang terkenal dari Puro
Pakulaman yakni Pola Candi Baruna yang terkenal sejak sebelum tahun 1920
dan Peksi Manyuro yang merupakan ciptaan RM Notoadisuryo. Sedangkan
pola batik Kasultanan yang terkenal antara lain Ceplok Blah Kedaton,
Kawung, Tambal Nitik, Parang Barang Bintang Leider dan sebagainya. (
Batik Cirebon )
0 comments:
Posting Komentar