Senin, 06 Oktober 2014

Batik Cirebon - Centilnya Motif Batik Jawa Barat

batik cirebon
batik cirebon
Batik Cirebon - Batik tak ubahnya kertas bagi kata-kata. Ia adalah media untuk menuangkan gagasan, juga untuk menyampaikan cerita. Maka, setiap batik membawa ciri khasnya masing-masing, sesuai daerah asalnya. Misalnya batik khas Jawa Tengah dengan warna yang dominan cokelat dan cenderung lebih kalem dalam permainan warna. Konon, penduduk Jawa Tengah pun juga memiliki watak seperti itu.
Lain lagi halnya dengan batik khas Jawa Barat. Watak ekspresif dan riang khas suku Sunda diimplementasikan oleh warna-warni yang cerah dan corak yang spontan. Seperti yang dikatakan Sendy Yusuf, Ketua Yayasan Batik Jawa Barat [YKJB], dalam acara peluncuran buku Batik Pesisir Selatan Jawa Barat di Galleries Lafayette pada 1 Oktober 2014. “Pembatik Jawa Barat itu spontan. Mereka membuat motif sesuai dengan apa yang sedang mereka pikirkan, atau yang sedang mereka lihat saat itu juga,” ujarnya.
Batik Cirebon - “Makanya, tak heran kalau kita menemui motif-motif seperti motif kangkung, motif ayam… Karena saat membatik, mereka mungkin juga sedang melihat ayam, atau kangkung…”, sambungnya diiringi derai tawa.
Istri Dede Yusuf ini juga menambahkan bahwa warna-warna batik Jawa Barat cenderung terang, “Seperti layaknya perempuan Jawa Barat yang riang, dan suka berdandan.”
Batik pesisir memiliki ciri khas yang berbeda dengan batik keraton. Bila batik keraton memiliki simbol-simbol khusus dalam coraknya, serta lebih kaku dengan motif yang cenderung geometris. Lain halnya dengan batik pesisir [Cirebon, Indramayu, Garut, Pangandaran, Sukabumi, dll]. Batik pesisir, yang dibuat untuk diperdagangkan, warnanya jauh lebih ekspresif, dan coraknya lebih luwes.
Namun, bukan berarti batik pesisir pasaran, lho! Batik-batik pesisir yang dibuat dengan tangan, harganya tentu sangat mahal. Menurut Komar Kudiya dari Yayasan Batik Jawa Barat, hal ini disebabkan karena proses pembuatannya yang lebih rumit dan memakan waktu lama, serta tenaga manusia secara utuh.
Sendy pun menambahkan betapa rumitnya pembuatan batik tulis, karena para pembatik musti berkonsentrasi penuh dalam pembuatan batik jenis ini. Belum lagi ditambah dengan biaya produksi, distribusi, dan lain sebagainya, “Makanya ibu-ibu, jangan sadis kalau menawar batik, ya. Karena kasihan para pembatik dan orang-orang yang terlibat dalam distribusi batik ini. Laba mereka tak seberapa…” ujarnya berpesan.
Melalui peluncuran buku ini, Sendy dan Komar berharap bahwa orang Indonesia akan lebih mengenal jenis-jenis batik, mencintai batik, dan terus mendorong pesatnya perkembangan batik Nusantara, “Kami juga ingin memotivasi para pembatik untuk tak lelah berkreasi. Karena, kreativitas dan kejelian dalam melihat keinginan pasar sangat berpengaruh lho, dalam pembuatan batik… Karena saat ini, batik tak sekadar perihal budaya saja, tetapi juga berkaitan dengan pengembangan UKM…”, ujar Sendy, yang masih senantiasa cantik meski usianya tak muda lagi. (batik cirebon)

0 comments:

Posting Komentar