Batik Cirebon
- Batik tak ubahnya kertas bagi kata-kata. Ia adalah media untuk
menuangkan gagasan, juga untuk menyampaikan cerita. Maka, setiap batik
membawa ciri khasnya masing-masing, sesuai daerah asalnya. Misalnya
batik khas Jawa Tengah dengan warna yang dominan cokelat dan cenderung
lebih kalem dalam permainan warna. Konon, penduduk Jawa Tengah pun juga
memiliki watak seperti itu.
Lain
lagi halnya dengan batik khas Jawa Barat. Watak ekspresif dan riang
khas suku Sunda diimplementasikan oleh warna-warni yang cerah dan corak
yang spontan. Seperti yang dikatakan Sendy Yusuf, Ketua Yayasan Batik
Jawa Barat [YKJB], dalam acara peluncuran buku Batik Pesisir Selatan Jawa Barat di
Galleries Lafayette pada 1 Oktober 2014. “Pembatik Jawa Barat itu
spontan. Mereka membuat motif sesuai dengan apa yang sedang mereka
pikirkan, atau yang sedang mereka lihat saat itu juga,” ujarnya.
Batik Cirebon
- “Makanya, tak heran kalau kita menemui motif-motif seperti motif
kangkung, motif ayam… Karena saat membatik, mereka mungkin juga sedang
melihat ayam, atau kangkung…”, sambungnya diiringi derai tawa.
Istri
Dede Yusuf ini juga menambahkan bahwa warna-warna batik Jawa Barat
cenderung terang, “Seperti layaknya perempuan Jawa Barat yang riang, dan
suka berdandan.”
Batik
pesisir memiliki ciri khas yang berbeda dengan batik keraton. Bila
batik keraton memiliki simbol-simbol khusus dalam coraknya, serta lebih
kaku dengan motif yang cenderung geometris. Lain halnya dengan batik
pesisir [Cirebon, Indramayu, Garut, Pangandaran, Sukabumi, dll]. Batik
pesisir, yang dibuat untuk diperdagangkan, warnanya jauh lebih
ekspresif, dan coraknya lebih luwes.
Namun, bukan berarti batik pesisir pasaran, lho!
Batik-batik pesisir yang dibuat dengan tangan, harganya tentu sangat
mahal. Menurut Komar Kudiya dari Yayasan Batik Jawa Barat, hal ini
disebabkan karena proses pembuatannya yang lebih rumit dan memakan waktu
lama, serta tenaga manusia secara utuh.
Sendy
pun menambahkan betapa rumitnya pembuatan batik tulis, karena para
pembatik musti berkonsentrasi penuh dalam pembuatan batik jenis ini.
Belum lagi ditambah dengan biaya produksi, distribusi, dan lain
sebagainya, “Makanya ibu-ibu, jangan sadis kalau menawar batik, ya.
Karena kasihan para pembatik dan orang-orang yang terlibat dalam
distribusi batik ini. Laba mereka tak seberapa…” ujarnya berpesan.
Melalui
peluncuran buku ini, Sendy dan Komar berharap bahwa orang Indonesia
akan lebih mengenal jenis-jenis batik, mencintai batik, dan terus
mendorong pesatnya perkembangan batik Nusantara, “Kami juga ingin
memotivasi para pembatik untuk tak lelah berkreasi. Karena, kreativitas
dan kejelian dalam melihat keinginan pasar sangat berpengaruh lho,
dalam pembuatan batik… Karena saat ini, batik tak sekadar perihal
budaya saja, tetapi juga berkaitan dengan pengembangan UKM…”, ujar
Sendy, yang masih senantiasa cantik meski usianya tak muda lagi. (batik cirebon)
0 comments:
Posting Komentar