Batik Indonesia - Ebatik Tas Sepatu Blue Ukir Batik Cirebon Exclusive karya Pusat Grosir Batik Trusmi.Setiap rumah batik di Cirebon ini mempunyai ciri khas masing-masing pada hasil karya batiknya. Dan sejak memulai usahanya pada 2011 lalu, Ibnu Riyanto pemilik Pusat grosir Batik Trusmi pun memilih warna antik atau lasem pada batiknya yang menghasilkan taplak, sarung dan selendang dan Ebatik Tas Sepatu Blue Ukir Batik Cirebon Exclusive yang terbuat dari sutra. Batiknya pun masih di minati, menurut Ibnu Riyanto walaupun batik sempat mengalami penurunan minat yang bisa disebabkan krisis ekonomi atau sampai beberapa kali kenaikkan BBM, warna antik buatannya tetap dicari konsumen.
Ia pun juga menyebutkan peralatan cap yang digunakan pada taplak ini pun ada yang sudah berusia 50 tahun. “Cap dengan usia demikian ada sejak zaman mertua saya,” ujarnya. Untuk proses pembuatan taplak warna antik ini, Ibnu Riyanto yang mempunyai sekitar 200 karyawan, memulainya dengan kain mori bahan katun yang dicap, baik dengan cap baru atau cap warisan mertuanya. Kemudian dipopok (ditutup dengan lilin) sehingga warnanya menjadi putih dan dicoleti pewarnaan dengan menggunakan canting. Lalu ditutup dengan lilin lagi, yang menurutnya adalah agar muncul sebagian warna, yang awalnya muncul dengan warna penuh. Kemudian dilakukan remekan dan diwarna dasar yang biasanya adalah warna merah atau coklat. Nah, warna inilah yang memberi kesan antik pada taplaknya. Setelah pemberian warna dasar, selanjutnya dilakukan proses terakhir, yaitu dipecel dengan warna lagi. Ibnu Riyanto menyebutkan, di tempatnya bisa memproduksi sekitar 100 potong taplak warna antik dalam satu bulan, tergantung pada ukuran kain batik cirebon yang maksimal berukuran 3,5 m, juga besar atau kecilnya motif.
Ibnu Riyanto yang khusus membuat batik cap dan tulis ini pun menyediakannya dalam bentuk kain, bukan bahan jadi yang selanjutnya akan dikirim ke luar kota. Karena menurutnya, barangnya akan lebih laku ketika dikirim ke luar kota dibandingkan harus menjualnya di pasar Batik Cirebon. “Harganya terlalu murah di pasar Batik Cirebon,” ujar Ibnu Riyanto. Sedang bahan jadi yang ada di tempatnya, merupakan kain printing yang dia beli kemudian dia jahitkan lagi ke orang lain.
Nah, kain hasil printing inilah dia jual di pasar Cirebon. Ibnu Riyanto menyebutkan, batiknya sudah mencapai Solo, Surabaya, Jakarta, Bali, Medan dan Singapura. Untuk yang terakhir ini dia tidak melakukan ekspor, biasanya merupakan hasil penjualan kedua. “Alhamdulillah, selalu ada pelanggan yang memesan meski minat batik sempat turun,” ujarnya.
0 comments:
Posting Komentar