Rabu, 13 Maret 2013

Gerakan Batik Nasional

Gerakan Batik Nasional
SNSD pake Batik Modern
SNSD pake Batik Modern

Jumat dan batik. Jadi ingat zaman almarhum mantan Presiden Soeharto berkuasa. Yang saya ingat, dulu, ada hari yang dinamakan hari swadesi. Semua PNS wajib memakai baju batik pada setiap Jumat. Gerakan ini dicanangkan almarhum Bapak Soeharto sebagai wujud kecintaan kepada produksi dalam negeri. Budaya dan warisan leluhur juga, katanya.

Benarkah? Tidak sedikit orang yang sinis dengan mengatakan bahwa gerakan ini sebenarnya adalah gerakan uniformisasi sebagai upaya penguasa/rezim waktu itu untuk menguasai/hegemoni rakyat, khususnya PNS. Macam-macam opini orang tentang hal ini. Batik, setelah lengsernya mendiang Jenderal Besar Soeharto, perlahan tapi pasti mulai “hilang” dari peredaran. Kalaupun muncul, hanya sesekali pada kesempatan-kesempatan khusus yang menuntut “keresmian” dan penghormatan lebih seperti pada acara resepsi pernikahan, rapat-rapat resmi.

Rapat resmi? Benarkah? Anggota dewan di Senayan dan di berbagai daerah lebih senang dan merasa berwibawa memakai setelan jas dan dasi yang nota bene adalah produk impor dari peradaban Barat. Lengser menjelang longsor, begitu mungkin ungkapan yang tepat untuk menggambarkan kondisi batik pasca wafatnya sang Jendral Besar. Kita pun tak semuanya tahu bahwa, ternyata, ada jalan panjang untuk mendapatkan pengakuan dari UNESCO bahwa batik adalah “produk asli” Indonesia. Terlalu!

Jumat 2 Oktober 2009, batik muncul kembali ke permukaan setelah “menyelam” atau bahkan “tenggelam” entah untuk berapa lama di perairan konflik perebutan paten. Batik berjaya kembali (?) hampir semua orang memakai pakaian batik. Kantor-kantor pelayanan publik, karyawannya memakai baju batik semua. Guru-guru pun memakainya. Tidak ketinggalan, di tempat kerja penulis (Institut Theologia Aletheia Lawang Jawa Timur), batik mendominasi dan membungkus tubuh dosen, beberapa staf. Mahasiswa mendominasi.

Entah sebagai ungkapan syukur atau hanya ikut-ikutan dan “mengamini” himbauan “yang di atas sana (bukan Tuhan)”, batik mania turun ke jalan. Paling tidak, colorful begitu, karena ada banyak motif batik. Banyak eui! Semoga colorfulnya suasana pagi ini dengan nuansa batik dalam jangka panjang akan membuat kita I Love you Full kepada batik dan budaya-budaya serta produk-produk budaya termasuk obat-obatan tradisional, makanan tradisional, kearifan lokal (local genius) yang memang terbukti banyak diaku dan diklaim sebagai milik tetangga.

Celakanya, bukan dan tidak hanya berhenti pada klaim tetapi masuk ke tingkat paten dan pematenan. Ini adalah momentum. Momentum untuk tidak berpuas diri. Kita harus tetap dan terus mencari, mengidentifikasi, mengiventarisasi, mematenkan dan membudayakan aset budaya kita kembali. Kemenangan batik harus kita jadikan tonggak untuk membuat kita menyadari bahwa sebenarnya seringkali kita tidak peduli kepada budaya dan aset-aset budaya kita yang bertebaran. Kita baru ribut ketika ada tetangga nakal yang merampas dan mematenkannya. Kali ini kita menang. Tetapi, pernahkah kita menyadari bahwa sebenarnya sudah terlalu banyak kekalahan dan paenjarahan terjadi terhadap budaya kita. Semoga, kemenangan batik akan membatik semangat dan kecintaan kita kepada budaya bangsa sendiri. Perlu politik kebudayaan dan apresiasi kultural yang terinternalisasi dalam diri setiap kita.
Hari ini batik, besok apa lagi?
sumber : http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=15420

Selasa, 12 Maret 2013

Menghias Eksterior Gerbong Kereta Api dengan Motif Batik

ebatiktrusmi.com
Kereta Api Batik

Rekoris : PT. Reksa Multi Usaha dan PT. Kereta Api Indonesia [Persero] Dalam rangka Kreasi Kereta Batik dan Festival Kuliner, PT. Reksa Multi Usaha dan PT. Kereta Api Indonesia [Persero] berhasil mengadakan kegiatan menghias eksterior gerbong kereta api dengan motif batik. Kegiatan berlangsung pada 12 Februari 2011 di Bandung. sumber : http://www.muri.org/index.php?news_id=3734&start=40&category_id=42&parent_id=42&pageaction2=searchnews&searchby=bykey&searchkey=batik+cirebon&datesearch=


ebatiktrusmi.com

Kereta Api Batik
ebatiktrusmi.com
Kereta Api Batik

Batik kini tak hanya sekadar motif di atas kain. PT Kereta Api Indonesia meluncurkan kereta bermotif batik. Ada dua kereta dengan jurusan berbeda yang diberi motif batik. Kereta-kereta tersebut menampilkan motif batik Singa Barong dan Langlang Jagad. "Kami harapkan kereta api ini menjadi sarana galeri batik berjalan sehingga semua masyarakat bisa menikmati dan mengenal batik.

Pada akhirnya ini bisa melestarikan batik," kata Direktur Utama PT KAI Ignasius Johan di acara peluncuran Kereta Batik di Stasiun Gambir, Jakarta, Jumat (20/5/2011). Sebelumnya, PT KAI sudah pernah meluncurkan kereta bermotif batik di Daerah Operasi 2 Bandung. Kereta ini mendapat sertifikasi MURI pada 15 Februari 2011. Motif batik ada di eksterior gerbong kereta api maupun di dinding bagian dalam gerbong. Teknik yang digunakan adalah rekat stiker yang bermotif batik. Stiker ini dapat bertahan hingga satu tahun lebih.

Di kereta api Argo Jati jurusan Jakarta-Cirebon (pulang-pergi), motif yang digunakan adalah motif Singo Barong. Motif ini memiliki simbol persahabatan antar-bangsa. Harapannya, kereta api tersebut menjadi sarana transportasi yang dapat melayani semua kalangan dan memberi rasa aman, nyaman, menyenangkan, serta ramah lingkungan. Sedangkan kereta api Argo Lawu jurusan Jakarta-Solo (pulang-pergi) memakai motif Langlang Jagad.

Motif ini disimbolkan dengan tiga kekuatan hewan sakti, yaitu garuda, sancaka dan taksaka, serta sembrani dan turangga. Garuda adalah hewan yang mampu terbang cepat dan berpenglihatan tajam. Sementara Sancaka dan Taksaka adalah ular naga yang sakti sehingga mampu menjaga keamanan penunggangnya. Sembrani dan Turangga adalah kuda bersayap yang bisa melaju cepat dalam berbagai cuaca.

Kereta batik tersebut diluncurkan oleh tiga kementerian yaitu Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Kementerian BUMN, dan Kementerian Perhubungan. Menteri Negara BUMN Mustafa Abubakar menyebutkan langkah PT KAI meluncurkan kereta batik merupakan upaya pelestarian budaya Indonesia. "Setiap 2 Oktober kita merayakan Hari Batik Nasional. Kami mengimbau dengan cara masing-masing, agar setiap orang bisa melaksanakan dan mensosialisasikan batik secara masif," tuturnya.

Sementara itu Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik menyebutkan batik sebagai salah satu karya Indonesia yang diakui UNESCO. "Kita ada empat budaya Indonesia yang diakui UNESCO yaitu keris, wayang, batik, dan baru-baru ini angklung. Berikutnya saat kongres di Bali tahun ini, akan diumumkan lagi oleh UNESCO beberapa budaya Indonesia yang diberikan sertifikasi UNESCO," ungkapnya.

Menurut Jero Wacik tugas selanjutnya setelah mendapatkan sertifikasi adalah pelestarian. "Dari empat karya budaya, batik relatif lebih mudah. Karena sekarang kalau pakai batik, kita sudah merasa bangga dengan batik. Hari ini gerbong dengan motif batik. Ini cara-cara melestarikan batik. Berikutnya saya memang sudah ada ide, pesawat terbang harus ada yang dicat batik. Supaya batik bisa terbang ke seluruh Indonesia," kata Jero.
Editor : I Made Asdhiana
sumber : http://travel.kompas.com/read/2011/05/20/16335317/Wow.Ada.Kereta.Batik

Kebanggaan Berbusana Batik - Pengrajin Batik Meraup Untung

Kebanggaan Berbusana Batik - Pengrajin Batik Meraup UntungBatik Cirebon is Pusat Grosir Batik Trusmi
Batik Cirebon is Pusat Grosir Batik Trusmi

 Kecenderungan munculnya penggemar batik katun sudah terlihat pada awal tahun 2007, ketika digelar pameran Gelar Batik Nusantara dengan tema "Batik is Cool". Pameran ini diadakan oleh Yayasan Batik Indonesia di JCC. Pada pameran tersebut mulai dikenalkan dan difokuskan untuk mengangkat batik-batik dari berbagai daerah dibuat busana untuk remaja dan Ibu-ibu muda. Setelah event tersebut maka bermunculan para desainer (fashion designer) dari kalangan yang sudah punya nama besar maupun yang memiliki rumah produksi konveksi baju-baju wanita (ready to wear) membuat busana batik.

Dan tidak bisa ditinggalkan peran Edward Hutabarat selaku perancang busana dengan serius mengangkat Batik Katun dalam sebuah peragaan busana yang begitu menawan. Saya yang kebetulan sebagai pelaku bisnis batik dan kebetulan juga sebagai pengurus Yayasan Batik Indonesia, merasa bangga dan menyambut baik kondisi yang sekarang ini.

 Dampak dari mendadak batik ini berdampak sangat baik bagi pengrajin batik di berbagai daerah (sentra-sentra batik) dari mulai Jawa Barat (Cirebon, Indramayu, Tasikmalaya, dan Garut ) kemudian di wilayah Jawa Tengah (Tegal, Banyumas, Pekalongan, Batang, Solo, Yogyakarta) hingga batik-batik yang ada di Jawa Timur (Tuban, Lasem dan Madura), serta daerah-daerah lain yang awalnya tidak begitu terkenal sekarang sedang giat menambah produksi batiknya. Demam mendadak batik ini hingga menyeberang ke wilayah Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. Buktinya diberbagai daerah seperti di Aceh sedang ditumbuhkan batik-batik dengan nuansa motif-motif Aceh seperti motif Pintu Aceh, Cakra Dunia dan lain-lain dibawah bendera "Rumoh Batek Atjeh" yang dimotori oleh Dekranasda NAD. Kemudian batik Tabir di propinsi Riau yang juga dalam dua tahun belakangan ini menunjukkan kebangkinan batik dengan nuansa ragam hias Melayu. Pada pertengahan tahun ini disusul dengan batik-batik dari Kepri melalui Kb. Lingga. Serta daerah-daerah disekitar Sumatra lainnya yang sudah lebih dahulu memproduksi batik-batik khasnya seperti di Prop. Jambi, Prop. Sumsel, Prop. Sumbar dan Prop. Bengkulu.

 Perkembangan demam batik yang begitu meluas ini berdampak selain berdampak sangat baik bagi peningkatan pendapatan pengrajin batik dengan sekala usaha kecil, namun berdampak buruk juga bagi keaslian desain-desain batik daerah yang seharusnya kualitas batik bisa dijaga akan tetapi kondisi sekarang banyak batik-batik dengan desain yang sangat bagus dan cukup terkenal dibuat atau diproduksi dengan teknik sablon (printing machine) oleh pengusaha-pengusaha batik yang sudah cukup besar dan ternama.

 Kalau dilihat dari hasil konvensi batik Indonesia di Yogyakarta 1997, istilah kain batik bisa dipakai bilamana cara pemrosesan kain batik tersebut dengan menggunakan lilin (wax) sebagai alat perintang warna. Sehingga bila proses produksinya tanpa menggunakan lilin maka tidak bisa dikatakan batik. Disebutnya tekstil/kain bermotif batik.

Dengan banyaknya motif-motif batik yang dibuat dengan teknik sablon/printing, disatu sisi konsumen yang memiliki daya beli rendah bisa memakai desain-desain batik halus dari berbagai daerah dengan harga yang relatif terjangkau (berkisar Rp. 45.000,- sd Rp. 75.000,-/potong). Sedangkan jika dilihat harga kain batik tulis aslinya bisa berkisar Rp. 100.000,- hingga Rp. 1 jutaan/potong batik tulis.

 Akan tetapi bila hal ini tidak ada yang membenahi dan tidak ada yang peduli maka bisa berakibat buruk bagi pelestarian motif-motif batik daerah yang selama ini kita banggakan. Sekedar ilustrasi saja, untuk membuat kain-kain batik tulis yang bagus, memerlukan waktu produksi sekitar 2 hingga 5 bulan, bahkan ada yang mencapai 9 bulan/potong. Sementara kalau dibuat dengan teknik sablon (setelah filmnya jadi) sehari bisa diproduksi ratusan potong dengan harga yg sangat murah sekali. Hendaknya Departemen terkait bisa peka akan hal ini.

 Lambat laun akan berdampak buruk bagi perkembangan batik-batik daerah yang konon memiliki kekayaan asli daerah (indiginous culture), karena konsumen akan merasa tidak ada lagi prestise dalam mengenakan batik dengan desain-desain tersebut. Sebut saja motif Mega Mendung (asli dari Cirebon), belakangan ini sudah disablon habis-habisan dengan berbagai macam ukuran desain dan kombinasi warna yang beraneka ragam plus harga yang sangat murah.

 Pemerintah telah berupaya dengan mengenalkan "Batik Mark" untuk membedakan kain-kain batik dengan kualitas yang berbeda-beda ada Label berwarna Emas untuk Batik Tulis, warna label Perak untuk Batik Kombinasi Cap dan Tulis dan ada label putih untuk batik Cap. Akan tetapi dikarenakan payung hukumnya tidak ada (tidak ada sanksi), maka produsen batik tidak ada yang menggubrisnya disamping biaya untuk mendapatkan Label tersebut melalui proses yang lumayan panjang dan ada unsur biaya yang tidak sedikit.

Tujuan dari Batik Mark memang sangat bagus sekali agar pembeli tidak tertipu dengan kualitas-kualitas batik yang dibelinya, sementara bagi pedagang batik bisa meyakinkan bahwa produk batiknya telah memiliki sertifikat standard sehingga bisa meningkatkan daya jualnya. Dengan demikian kedua belah pihak (pembeli dan pedagang) sama-sama untung.

 sumber: http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=9184

Senin, 11 Maret 2013

Batik Indonesia, Kebudayaan Asli Yang Kurang Terjaga.

Batik Indonesia, Kebudayaan Asli Yang Kurang Terjaga.
 [caption id="attachment_64" align="alignnone" width="300"]Berpose di Batik Trusmi - Toko Khas Batik Cirebon
Berpose di Batik Trusmi - Toko Khas Batik Cirebon[/caption]

 Batik, menurut Wikipedia berasal dari kata Jawa amba(menulis) dan titik (juga berarti titik dalam bahasa Indonesia). Selain itu ada juga yang mengartikannya sebagai menghamba pada titik. Memang titik merupakan desain dominan pada batik. Di Museum Nasional dapat kita lihat detail motif batik pada penggambaran kain pada patung-patung batu yang berasal dari abad ke 8 (contoh patung patung yang berasal dari candi Prambanan) maupun pada patung-patung yang berasal dari abad ke 13 (Singosari) dan abad ke 14 (Majapahit). Walaupun demikian penulisan pertama tentang pembuatan batik di Jawa berasal dari pencatatan keraton di Jawa Tengah pada abad ke 16 (Aspects of Indonesian Culture).

  Teknik dasar batik (dye resistance pattern) menurut info berasal dari Mesir sekitar 1500 tahun yang lalu. Di Museum Nasional terdapat juga kendi China yang dibuat dengan mencoba mempraktekkan teknik membatik ini pada keramik. Tapi percobaan pada kain tampaknya lebih berhasil di Jawa. Dari namanya saja sudah jelas asal tempat yang membesarkan nama batik itu sendiri. Dengan perkembangan perdagangan kain di Jawa maka masuklah kain dari India pada sekitar tahun 1800 dan dari Eropa pada sekitar tahun 1815. Karena menggunakan kain yang lebih berkualitas maka perkembangan batik Jawa semakin pesat dan semakin terkenal.

 Mattiebelle Gittinger yang meneliti tekstil di Indonesia dalam tulisannya di Arts of Asia (September – Oktober 1980) menyebutkan bahwa pemakaian teknik dasar membatik yang menggunakan lilin ini mungkin berasal dari Cina dan India, tapi semua alat membatik dan proses pembatikannya merupakan sesuatu yang khas Jawa. Canting adalah alat penulisan batik yang ditemukan oleh orang Jawa dan menunjukkan kepandaian yang tinggi dari nenek moyang kita.

 Bahkan, menurut Gittinger orang Belanda pada abad ke 17 mulai memperdagangkan batik dan pada abad ke 19 mulai menghasilkan tekstil pabrik bermotif batik yang kemudian diperdagangkannya ke Afrika Barat. Sayangnya hasil artistik yang bernilai tinggi ini menurut para ahli, kurang diperhatikan pemerintah. Bahkan seorang Malaysia menyanjung kepedulian pemerintahnya pada perkembangan batik Malaysia, dengan mengutip harian Jakarta Post yang membahas mengenai perbandingan perkembangan batik Indonesia dengan Malaysia yang sebenarnya menggunakan pekerja dari Indonesia.

Kurangnya perhatian pemerintah pada perkembangan batik memang tersorot pada tahun 2005 karena ternyata Malaysia terlebih dahulu mematenkan batik seperti yang tertulis di harian Republika. Memang persoalan paten ini menurut harian Kompas banyak yang tidak tahu, dan cukup sulit memperjuangkan pengakuan hak kekayaan tradisi budaya. Perhatian Malaysia pada hak paten memang lebih tinggi, dan promosi mereka terhadap batik Malaysia cukup besar, seperti yang terlihat pada perangko Malaysia. Padahal batik sebenarnya mengandung nilai sejarah yang sangat tinggi.

  Motif batik Parang Rusak misalnya, sebenarnya termasuk motif batik sakral yang hanya dipergunakan di lingkungan kraton. Demikian juga warna batik pada motif parang bisa menentukan asal kraton pemakainya, apakah dari Kraton Solo atau dari Kraton Jogja. Selain membawa arti simbolis, mengamati batik juga memperlihatkan kekayaan budaya serapan Indonesia. Di Museum Nasional kita bisa melihat perbedaan antara batik pesisir yang terpengaruhi oleh budaya Cina, budaya Islam, maupun pengaruh pendudukan Belanda yang memang pada waktu itu juga menghasilkan batik Belanda (berasal dari pabrik yang dimiliki oleh orang Belanda di Indonesia).

 Jadi bagaimana kita bisa ikut membantu menjaga warisan yang bernilai budaya dan sejarah ini? Beberapa orang sudah memulainya, dalam hal produksi selain pabrik pabrik besar dan kecil, ada juga desainer seperti Iwan Tirta, Harry Dharsono, dan Obin. Hak paten desain batik kita juga perlu diperhatikan, diperlukan bantuan pemerintah terhadap pengusaha kecil yang mungkin tidak tahu menahu mengenai hak cipta. Tidak lucu kalau suatu hari ada pembatik yang dituntut karena menggunakan desain batiknya yang sudah dipatenkan negara lain. Sementara itu bagaimana dengan pemasarannya?
  Sudahkah kita mengenakan batik dengan bangga?

 sumber : http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=2056

Keunggulan Batik Trusmi Cirebon

Batik Cirebon - Mega Mendung - Pusat Grosir Batik Trusmi - Model Cantik
Batik Cirebon - Mega Mendung - Pusat Grosir Batik Trusmi - Model Cantik

Keunggulan Batik Trusmi Cirebon “Apa sih keunggulan batik Trusmi atau batik Cirebonan dibanding dengan batik-batik yang berasal dari daerah lain?” Jawaban dari saya kurang lebih sebagai berikut: Menurut pendapat saya bahwa pada dasarnya batik-batik yang dihasilkan oleh sentra-sentra kerajinan batik dari berbagai daerah pada umumnya sangat bagus sekali serta memiliki corak motif yang sangat beragam dan khas serta tidak bisa dikatakan batik yang satu lebih baik dari dari daerah lainnya. Keunikan motif serta corak yang dihasilkan dari batik-batik berbagai daerah merupakan kekuatan yang sangat luar biasa, khususnya bagi kekayaan batik Indonesia. Belum ada di negara manapun yang memiliki kekayaan desain motif batik seperti yang di miliki oleh bangsa Indonesia.

 Bilamana kita ingin melihat banyaknya kekayaan desain motif batik Indonesia contoh yang paling sederhana bisa dilihat di wilayah Jawa Barat saja. Walaupun masih dalam satu propinsi dan kultur budaya yang sama, tiap-tiap daerah seperti Cirebon dengan Indramayu sudah memiliki karakter dan desain motif yang berbeda. Antara Cirebon dan Garut juga memiliki perbedaan yang sangat jauh sekali dan sangat signifikan perbedaannya. Secara umum batik Cirebon termasuk kedalam kelompok batik Pesisiran. Namun juga sebagian batik Cirebon termasuk dalam kelompok batik Keraton. Hal ini karena di Cirebon memiliki dua buah keraton yaitu Keratonan Kasepuhan dan Keraton Kanoman, yang konon berdasarkan sejarah dari dua keraton ini muncul beberapa desain batik Cirebon Klasik seperti motif Mega Mendung, Paksinaga Liman, Patran Keris, Singa Payung, Singa Barong, Banjar Balong, Ayam Alas dan lain-lain.

 Beberapa hal penting yang bisa dijadikan keunggulan (ciri khas) batik Cirebon dibandingkan dengan produksi batik dari daerah lain adalah sebagai berikut

 1.Batik Cirebonan untuk desain-desain klasik tradisional biasanya selalu mengikut sertakan motif wadasan (batu cadas) pada bagian motif tertentu. Disamping itu ada unsur ragam hias berbentuk awan (mega) pada bagian-bagian yang disesuaikan dengan motif utamanya.

 2.Batik Cirebonan tradisional/klasik selalu bercirikan dengan latar belakang (dasar kain) berwarna lebih muda dibandingkan dengan warna garis motif utamanya

 3.Bagian latar/dasar kain biasanya bersih dari noda hitam atau warna-warna yang tidak dikehendaki akibat penggunaan lilin yang pecah sehingga pada proses pewarnaan mengakibatkan zat warna yang tidak dikehendaki menempel pada kain.

 4.Garis-garis motif pada batik Cirebonan menggunakan garis tunggal dan tipis (kecil) kurang lebih 0,5 mm dengan warna garis yang lebih tua dibandingkan dengan warna latarnya. Hal ini dikarenakan secara proses batik Cirebon unggul dalam penutupan (blocking area) dengan menggunakan canting khusus (canting tembok dan bleber).

 5.Warna-warna batik Cirebonan klasik biasanya dominan warna kuning, hitam (sogan gosok) dan warna dasar krem, sebagian lagi berwarna merah tua, biru, hitam dengan dasar warna kain krem atau putih gading.

 Kelima ciri tersebut merupakan hal teknis keunggulan dari batik Cirebonan klasik/tradisional. Lain halnya dengan kelompok batik Cirebonan yang termasuk kelompok batik Pesisiran. Karakter batik Cirebonan Pesisiran dipengaruhi oleh sebagaimana karakter penduduk masyarakat pesisiran yang pada umumnya memiliki jiwa terbuka dan mudah menerima pengaruh asing. Daerah sekitar pelabuhan biasanya banyak orang asing singgah, berlabuh hingga terjadi perkawinan lain etnis (asimilasi) maka batik Cirebonan Pesisiran lebih cenderung menerima pengaruh dari luar.
  Batik Cirebon lebih cenderung memenuhi atau mengikuti selera konsumen dari berbagai daerah (lebih kepada pemenuhan komoditas perdagangan dan komersialitas), sehingga warna-warna batik Cirebonan Pesisiran lebih atraktif dengan menggunakan banyak warna.

 Produksi batik Cirebonan pada masa sekarang terdiri dari batik Tulis, batik Cap dan batik kombinasi tulis cap. Pada tahun 1990 – 2000 ada sebagian masyarakat pengrajin batik Cirebonan yang memproduksi kain bermotif batik Cirebon dengan teknik sablon tangan (hand printing), namun belakangan ini teknik sablon tangan hampir punah, dikarenakan kalah segalanya oleh teknik sablon mesin yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang lebih besar. Daerah penghasil produksi dan pengrajin batik Cirebonan terdapat di 5 wilayah desa yang berbeda, tepatnya daerah-daerah yang ada di sekitar desa Trusmi (pusat batik Cirebonan). Desa-desa yang berada di sekitar desa Trusmi diantaranya desa Gamel, Kaliwulu, Wotgali, Kalitengah dan Panembahan. Pertumbuhan batik Trusmi nampak bergerak dengan cepat mulai tahun 2000, hal ini bisa dilihat dari banyaknya bermunculan showroom-showroom batik yang berada di sekitar jalan utama desa Trusmi dan Panembahan. Pemilik showroom batik Trusmi hampir seluruhnya dimiliki oleh masyarakat Trusmi asli walaupun ada satu atau dua saja yang dimiliki oleh pemilik modal dari luar Trusmi.

 sumber : http://www.wikimu.com/news/displaynews.aspx?id=9281