Selasa, 12 Maret 2013

Kebanggaan Berbusana Batik - Pengrajin Batik Meraup Untung

Kebanggaan Berbusana Batik - Pengrajin Batik Meraup UntungBatik Cirebon is Pusat Grosir Batik Trusmi
Batik Cirebon is Pusat Grosir Batik Trusmi

 Kecenderungan munculnya penggemar batik katun sudah terlihat pada awal tahun 2007, ketika digelar pameran Gelar Batik Nusantara dengan tema "Batik is Cool". Pameran ini diadakan oleh Yayasan Batik Indonesia di JCC. Pada pameran tersebut mulai dikenalkan dan difokuskan untuk mengangkat batik-batik dari berbagai daerah dibuat busana untuk remaja dan Ibu-ibu muda. Setelah event tersebut maka bermunculan para desainer (fashion designer) dari kalangan yang sudah punya nama besar maupun yang memiliki rumah produksi konveksi baju-baju wanita (ready to wear) membuat busana batik.

Dan tidak bisa ditinggalkan peran Edward Hutabarat selaku perancang busana dengan serius mengangkat Batik Katun dalam sebuah peragaan busana yang begitu menawan. Saya yang kebetulan sebagai pelaku bisnis batik dan kebetulan juga sebagai pengurus Yayasan Batik Indonesia, merasa bangga dan menyambut baik kondisi yang sekarang ini.

 Dampak dari mendadak batik ini berdampak sangat baik bagi pengrajin batik di berbagai daerah (sentra-sentra batik) dari mulai Jawa Barat (Cirebon, Indramayu, Tasikmalaya, dan Garut ) kemudian di wilayah Jawa Tengah (Tegal, Banyumas, Pekalongan, Batang, Solo, Yogyakarta) hingga batik-batik yang ada di Jawa Timur (Tuban, Lasem dan Madura), serta daerah-daerah lain yang awalnya tidak begitu terkenal sekarang sedang giat menambah produksi batiknya. Demam mendadak batik ini hingga menyeberang ke wilayah Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. Buktinya diberbagai daerah seperti di Aceh sedang ditumbuhkan batik-batik dengan nuansa motif-motif Aceh seperti motif Pintu Aceh, Cakra Dunia dan lain-lain dibawah bendera "Rumoh Batek Atjeh" yang dimotori oleh Dekranasda NAD. Kemudian batik Tabir di propinsi Riau yang juga dalam dua tahun belakangan ini menunjukkan kebangkinan batik dengan nuansa ragam hias Melayu. Pada pertengahan tahun ini disusul dengan batik-batik dari Kepri melalui Kb. Lingga. Serta daerah-daerah disekitar Sumatra lainnya yang sudah lebih dahulu memproduksi batik-batik khasnya seperti di Prop. Jambi, Prop. Sumsel, Prop. Sumbar dan Prop. Bengkulu.

 Perkembangan demam batik yang begitu meluas ini berdampak selain berdampak sangat baik bagi peningkatan pendapatan pengrajin batik dengan sekala usaha kecil, namun berdampak buruk juga bagi keaslian desain-desain batik daerah yang seharusnya kualitas batik bisa dijaga akan tetapi kondisi sekarang banyak batik-batik dengan desain yang sangat bagus dan cukup terkenal dibuat atau diproduksi dengan teknik sablon (printing machine) oleh pengusaha-pengusaha batik yang sudah cukup besar dan ternama.

 Kalau dilihat dari hasil konvensi batik Indonesia di Yogyakarta 1997, istilah kain batik bisa dipakai bilamana cara pemrosesan kain batik tersebut dengan menggunakan lilin (wax) sebagai alat perintang warna. Sehingga bila proses produksinya tanpa menggunakan lilin maka tidak bisa dikatakan batik. Disebutnya tekstil/kain bermotif batik.

Dengan banyaknya motif-motif batik yang dibuat dengan teknik sablon/printing, disatu sisi konsumen yang memiliki daya beli rendah bisa memakai desain-desain batik halus dari berbagai daerah dengan harga yang relatif terjangkau (berkisar Rp. 45.000,- sd Rp. 75.000,-/potong). Sedangkan jika dilihat harga kain batik tulis aslinya bisa berkisar Rp. 100.000,- hingga Rp. 1 jutaan/potong batik tulis.

 Akan tetapi bila hal ini tidak ada yang membenahi dan tidak ada yang peduli maka bisa berakibat buruk bagi pelestarian motif-motif batik daerah yang selama ini kita banggakan. Sekedar ilustrasi saja, untuk membuat kain-kain batik tulis yang bagus, memerlukan waktu produksi sekitar 2 hingga 5 bulan, bahkan ada yang mencapai 9 bulan/potong. Sementara kalau dibuat dengan teknik sablon (setelah filmnya jadi) sehari bisa diproduksi ratusan potong dengan harga yg sangat murah sekali. Hendaknya Departemen terkait bisa peka akan hal ini.

 Lambat laun akan berdampak buruk bagi perkembangan batik-batik daerah yang konon memiliki kekayaan asli daerah (indiginous culture), karena konsumen akan merasa tidak ada lagi prestise dalam mengenakan batik dengan desain-desain tersebut. Sebut saja motif Mega Mendung (asli dari Cirebon), belakangan ini sudah disablon habis-habisan dengan berbagai macam ukuran desain dan kombinasi warna yang beraneka ragam plus harga yang sangat murah.

 Pemerintah telah berupaya dengan mengenalkan "Batik Mark" untuk membedakan kain-kain batik dengan kualitas yang berbeda-beda ada Label berwarna Emas untuk Batik Tulis, warna label Perak untuk Batik Kombinasi Cap dan Tulis dan ada label putih untuk batik Cap. Akan tetapi dikarenakan payung hukumnya tidak ada (tidak ada sanksi), maka produsen batik tidak ada yang menggubrisnya disamping biaya untuk mendapatkan Label tersebut melalui proses yang lumayan panjang dan ada unsur biaya yang tidak sedikit.

Tujuan dari Batik Mark memang sangat bagus sekali agar pembeli tidak tertipu dengan kualitas-kualitas batik yang dibelinya, sementara bagi pedagang batik bisa meyakinkan bahwa produk batiknya telah memiliki sertifikat standard sehingga bisa meningkatkan daya jualnya. Dengan demikian kedua belah pihak (pembeli dan pedagang) sama-sama untung.

 sumber: http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=9184

0 comments:

Posting Komentar